Selasa, 25 Desember 2007

Moon Calculator 6.0 - Dr. Monzur Ahmed

Moon Calculator merupakan aplikasi hebat karya Dr Monzur Ahmed yang dapat membantu kita untuk melakukan ru’yatul hilal. Aplikasi ini memiliki fasilitas tabel data tentang posisi bulan-matahari, penampakan posisi langit, tampilan pantulan bulan dalam jarak dekat, grafik librasi bulan dan global scan.

Ru’yatul Hilal
Dengan bantuan Moon Calculator dapat membantu untuk melihat hilal penanda bulan syawal 1428H misalnya. Dari aplikasi ini, konjungsi bulan-matahari (ijtima’) terjadi pada 11 Oktober 2007 pukul 12:00:37. Kemudian saat tanggal 11 oktober maghrib, matahari terbenam di lokasi azimuth 262.807°, atau 7.193° ke selatan dari arah barat. Pada saat itu, bulan berada pada posisi azimuth 258.807° (11.193° ke selatan dari barat) dengan ketinggian 0.435°. Posisi bulan ini posisinya secara relatif dengan matahari sekitar 4° selatan dari lokasi matahari terbenam. Pada Maghrib tanggal 11 Oktober 2007 umur bulan baru berumur 5,5 jam dan permukaan bulan yang terpantul baru 0.14%. Kondisi bulan yang seperti ini membuat bulan tidak bisa dilihat. Oleh karena itu, bulan Ramadhan tahun 1428H digenapkan menjadi 30 hari.
Kemudian saat tanggal 12 oktober maghrib, matahari terbenam di lokasi azimuth 262.426°, atau 7.574 ke selatan dari arah barat. Pada saat itu, bulan berada pada posisi azimuth 254.881° (15.113 ke selatan dari barat) dengan ketinggian 9.883°. Posisi bulan ini posisinya secara relatif dengan matahari sekitar 7.545° selatan dari lokasi matahari terbenam. Pada magrib tanggal 12 Oktober bulan telah berumur 1 hari 5,5 jam (29,56 jam) dan permukaan bulan yang terpantul sekitar 1.5% dengan panjang busur hilal sebesar 139°.

Wujudul Hilal
Wujudul hilal menggunakan algoritma yang lebih sederhana. Asalkan pada hari dimana konjungsi matahari terjadi dan matahari terbenam mendahului bulan, maka hari esoknya sudah masuk kedalam bulan baru. Kriteria ini dapat mudah diketahui jika konjungsi matahari sebelum pukul 12:30 WIB, maka maghrib pada hari itu sudah dinyatakan hilal wujud, dan esoknya adalah bulan baru. Pada contoh penentuan Syawal 1428H, konjungsi terjadi pada tanggal 11 Oktober 2007 dan saat maghribnya matahari terbenam mendahului bulan dengan selisih waktu 2 menit, maka syarat wujudul hilal terpenuhi, dan Ramadhan 1428H cukup 29 hari dan esoknya adalah bulan Syawal.

Perbedaan Kriteria

“The computation of the appearance of the new crescent is a very long and
difficult procedure, the demonstration of which requires long calculations and many tables…” Al-Biruni (973-1048 CE)

Antara wujudul hilal dan rukyatul hilal masing-masing memiliki kriteria yang berbeda. Rukyatul hilal sendiri dapat dimaknai dengan “Bulan dapat terlihat” atau “Bulan memungkinkan untuk dilihat” jadi tidak perlu melihatnya langsung, asalkan secara hisab memang bulan memungkinkan untuk dilihat. Kriteria untuk wujudul hilal sudah aku jelaskan diatas, sedangkan untuk kriteria rukyatul hilal aku rangkum kurang lebih sebagai berikut:

  • Saat maghrib, matahari terbenam (piringan atas matahari menyentuh ufuk) bulan memiliki ketinggian lebih dari 2 derajat diatas ufuk.
  • Umur bulan lebih dari 10 jam agar busur hilal dapat terbentuk

Kriteria Rukyatul Hilal diatas adalah yang berlaku untuk wilayah Indonesia. Untuk wilayah di negara lain, bisa saja berbeda.
Oleh karena itu, agar kriteria rukyatul hilal menetapkan pergantian bulan sehari setelah hari ijtima’, maka ijtima’ hendaknya terjadi sebelum sekitar pukul 6:00 wib (23:00 UTC hari sebelumnya).

Kriteria rukyatul hilal diatas, dalam moon Calculator masuk dalam kriteria Yallop 1997/8 (Bernard Yallop)

Di Indonesia, perbedaan penetapan antara Wujudul Hilal dan Rukyatul Hilal ini terjadi apabila konjungsi matahari-bulan (ijtima’) terjadi antara pukul 8:30 hingga 12:30 WIB (1:30 UTC s/d 5:30 UTC). Jika ijtima’ terjadi diluar rentang jam tersebut, insyaallah penetapan wujudul hilal dan rukyatul hilal tidak berbeda.

Misalkan untuk penetapan Zulhijjah 1428H, insyaallah tidak berbeda, karena ijtima pada bulan Zulqo’dah 1428H terjadi pada tanggal 10 Desember pukul 00:41 WIB.

Screen shoot Moon Calculator 6.0

  • Tabel informasi posisi bulan dan matahari:
  • Simulasi peta langit pada tanggal 11 dan 12 oktober 2007:
  • Bentuk hilal pada tanggal 11 dan 12 Oktober:
  • Global Scan, wilayah yang mampu melihat hilal:

Yang (mungkin akan) ditanyakan

“Nilai-nilai diatas mengacu pada apa?”

Untuk melakukan hisab atau pengukuran di perlukan titik toposentrik pengamatan. Pada pengukuran diatas, toposentrik aku ambil di 7°48′15″South 110°19′54″East yaitu wilayah Yogyakarta sebelah barat yang juga merupakan wilayah dekat rumahku. Di aplikasi Moon Calculator, Dr Monzur Ahmad hanya memberikan nilai koordinat hingga dalam batas menit, sehingga koordinat diatas dibulatkan menjadi 7°48′S 110°19′E. Kuantisasi ini jika dilihat menggunakan peta ternyata mencakup wilayah yang cukup luas 2,2 km2, dengan titik 7°48′S 110°19′E sebagai pojok kiri atas dan 7°48′59″S 110°19′59″E sebagai pojok kanan bawah, maka nilai-nilai perhitungan diatas bisa dibilang valid untuk wilayah tersebut. Untuk aku pribadi, aku tambahkan kriteria hilal harus lebih tinggi dari 15°, hal ini dikarenakan pada kisaran 10° ke bawah, di ufuk barat sini tertutup pepohonan, jadi perlu ketinggian yang lebih untuk melihatnya.
Tentu saja, dikarenakan kriteria yang aku tambahkan sendiri, maka praktis, hilal yang telah berumur lebih dari satu hari ini ketinggiannya masih dibawah 15°. Mau dilihat pakai alat bantu optis apapun ya.. yang terlihat hanya pohon dalam mode zoom-in :) Tapi nggak papa deh, mengalah untuk lihatnya mundur satu hari biar posisi bulan cukup tinggi, yaitu sekitar 20.16°. Syukur-syukur ada yang mengajak ke tempat yang lebih lapang, sehingga garis ufuk bisa terlihat jelas. Dan lebih bersyukur lagi, jika ada yang mau meminjami teropong :)

“Toposentrik? apa pula itu?”

Untuk melakukan pengamatan bulan diperlukan perhitungan secara Toposentrik. Pada perihal tata surya ada istilah heliosentrik, dan dahulu kala dikenal istilah geosentrik. Apa itu Toposentrik? Toposentrik bisa diartikan sebagai tempat berpijak pengamat sebagai pusat pergerakan. Jadi dengan toposentrik, seolah-olah bulan dan matahari bergerak mengelilingi pengamat, jarak dan posisi benda langit ditentukan relatif terhadap pengamat. Dengan toposentrik ini maka akan didapat hasil yang sangat beragam tergantung pada dimana lokasi pengamat di muka bumi ini, karena dengan toposentrik inilah, misalnya, waktu sholat ditetapkan.

“wah.. dengan toposentrik berarti hasil pengamatan beda-beda dong?”

Ya.. oleh karena itu, diperlukan perhitungan terlebih dahulu agar proses melihat hilal dapat lebih mudah.

“Bagaimana saya mengetahui kalkulasi kondisi hilal di tempat saya?”

Saat tulisan ini dibuat, memang perhitungannya spesifik untuk wilayah Jogja Barat, dan aku cukup sadar, Indonesia ini adalah negara yang cukup luas. Data kalkulasi yang aku buat ini tentu tidak bisa mewakili data untuk seluruh Indonesia. Jadi untuk pastinya agar anda tahu bagaimana perhitungan hilal di daerah anda, silahkan coba sendiri Moon Calculator karya Dr Monzur Ahmed ini.

“15°.. 2°.. Seberapa besar sih 2° itu?”

Dari data Dr Monzur Ahmed, diameter bulan rata-rata sekitar 31′5″ atau sekitar 0.518 derajat. Maka 2 derajat itu kira-kira 3-4 kalinya diameter bulan.

“Kok kriteria melihat hilal harus ketinggiannya diatas 2°”

Aku masih belum mendapat artikel yang tepat tentang hal ini, tapi hal ini dimungkinkan karena pada ketinggian dibawah itu terjadi pembelokan cahaya karena pengaruh kelengkungan bumi, tekan udara dan gradasi termal di daerah tersebut. Proses pembelokan cahaya ini kira-kira dapat menyebabkan penampakan benda langit yang tingginya kurang dari 2° akan ngaco. Bisa tak terlihat, atau terlihat tapi tidak dengan bentuk yang semestinya

“Pembengkokan? Kok bisa?”

Karena adanya perbedaan gradasi termal dan tekanan udara, maka akan mengubah index bias udara. Index bias ini semakin besar jika makin mendekati ke ufuk. Hal ini mirip dengan gelombang yang merambat diatas permukaan bumi, jadi pada persinggungan langit dengan ufuk, cahaya yang melalui garis itu bisa dibilang cahaya dari belahan bumi yang berada di balik ufuk. Sama seperti halnya gelombang eletromagnet yang dipancarkan dengan sudut elevasi tertentu, gelombang itu tidak menembus keluar angkasa tapi justru terpantul kembali ke bumi oleh ionosfer.

“ijtima’, konjungsi, Astronomical New Moon. Itu maksudnya apa sih?”

ijtima’, konjungsi, Astronomical New Moon adalah istilah yang sama, yaitu merupakan peristiwa dimana matahari-bulan-bumi berada dalam satu garis. Ijtima’ yang kasat mata berupa gerhana Matahari, dimana matahari-bulan-bumi berada dalam satu garis yang berdekatan. Terlebih lagi pada gerhana matahari total, saat itu ijtima bener-benar-bener terletak pada satu garis lurus.

“Bukankah ijtima’ itu terjadi tiap bulan, tapi kok gerhana matahari nggak terjadi tiap bulan?”

Hal ini dikarenakan lintasan orbit bulan yang tidak berada pada satu bidang. Jika digambarkan arah matahari-bumi sebagai sumbu X, dan arah rotasi bumi sebagai sumbu Y, maka sumbu Z adalah sumbu yang menembus kutub bumi. Pergerakan revolusi bulan ini juga bergerak dengan sumbu Z, sehingga kadang-kadang mendekati kutub utara, terkadang juga mendekati kutub selatan. Jika ijtima terjadi saat bulan ‘terlalu’ keutara atau ‘terlalu’ keselatan bumi, maka gerhana tidak akan terjadi. Misalkan saja saat Ijtima’ 11 September 2007 lalu, Ijtima ini juga bertepatan dengan gerhana matahari sebagian, dan yang mengalami gerhana matahari adalah daerah-daerah yang dekat dengan kutub selatan. Dalam setahun kira-kira terjadi dua kali gerhana matahari.

“Darimana azimuth ditentukan?”

Azimuth ditentukan dari utara bumi sebagai 0 derajat dan bergerak searah jarum jam sehingga barat bumi sebagai 270 derajat. Azimuth benda langit dapat diketahui dengan menggunakan kompas bidik dengan menentukan nilai derajat yang terdapat pada kompas. Jika kompas yang digunakan belum mendukung deklinasi magnet bumi, menurut data Dr Monzur Ahmed, pada bulan Oktober 2007, utara magnet bumi terletak 1.113 derajat sebelah timur dengan utara bumi. Jadi, jika kompas yang digunakan belum mendukung deklinasi magnet bumi, untuk setiap pembidikan selalu kurangi dengan sudut deklinasinya.

“Apa untuk merukyah harus dengan mata telanjang?”

Ada yang berpendapat begitu. Kalau aku sendiri mengikuti pendapat bahwa merukyah boleh menggunakan alat bantu optis secanggih apapun.

“Setelah menghisab atau mengkalkulasi kondisi hilal, apakah kita harus melihat hilal juga?”

err.. menurutku tidak juga. Toh, secara kalkulasi kita dapat mengetahui bahwa yakin saat itu hilal dapat dilihat. Karena faktor kemampuan seseorang dan peralatan yang membuat seseorang kesulitan dalam melihat hilal. Melihat hilal itu termasuk aktifitas astronomi yang unik lho, karena selain hilal muda sering berada pada ketinggian rendah (kurang dari 20°) juga waktu pengamatan yang sangat terbatas (dari maghrib sampai hilal/bulan terbenam). Belum lagi karena faktor fase bulan yang kurang dari 3%, dan terlebih lagi jika ditambah kurang terbiasanya mengoperasikan alat bantu penglihatan astronomi (ketahuan kalau teropongnya cuman minjem :D).

“Lha.. susah dong.. terus bagaimana biar mudah untuk melihat hilal?”

Wah.. aku juga baru tahap belajar melihat hilal nih. Kalau begitu mari belajar sama-sama yuk :D

“Spec komputer apa yang dibutuhkan untuk menjalankan Moon Calculator?”

Nggak butuh terlalu tinggi kok, Moon Calculator ini dapat berjalan dengan spek komputer

  • PC 386 atau yang lebih tinggi. Untuk komputer2 modern (diatas tahun 2000) harusnya sudah tidak masalah :D
  • Space kosong sekitar 500KB untuk penyimpanan sementara (istilah lainnya swap)
  • Monitor VGA atau diatasnya. Ada catatan tambahan dari Dr Monzur Ahmed, bahwa beberapa monitor CGA, EGA dan Hercules, dapat menampilkan aplikasi Moon Calculator ini.

Proses tertinggi (yang membutuhkan utilitas processor terbesar) yaitu pada fasilitas global scanning. Semakin detil dan luas wilayah yang di-scan untuk melihat kemungkinan penampakan bulan, maka utilitas yang dibutuhkan oleh processor juga makin tinggi.

“Moon Calculator ini bisa jalan di Linux nggak yah?”

Aku sudah mencoba, Moon Calculator ini dapat berjalan di mesin Linux dengan bantuan dosemu. Syarat spec sepertinya tidak jauh berbeda, hanya saja Moon Calculator ini perlu dijalankan di lingkungan X-window. Mungkin karena fasilitas drawing-nya yang menggunakan frame buffer yang menyebabkan Moon Calculator tidak mau berjalan dari tty. Entah juga jika tty-nya menggunakan frame-buffer, mungkin Moon Calculator ini bisa berjalan.

“Distro-nya apa yah?”

Hmm.. menurutku hampir sebagian besar distro dekstop bisa deh untuk menjalankan Moon Calculator ini. Asalkan jangan lupa, dosemu-nya diinstall dahulu.

“Moon Calculator ini bagaimana lisensinya?”

Daripada repot-repot menjelaskan dan nanti bikin anda makin bingung, ini aku tempelkan saja perihal lisensi langsung dari Dr Monzur Ahmed..

Data produced by MoonCalc must not be used for commercial purposes

If MoonCalc data are used on a Web page, a link may be made to one or both of the MoonCalc homepages:

http://www.starlight.demon.co.uk/mooncalc
http://www.ummah.org.uk/ildl/mooncalc.html

MoonCalc may be copied and distributed freely as long as all files are copied and no charge is made (other than a nominal charge for media). The program must be distributed as its ORIGINAL and UNMODIFIED zip file (moonc60.zip).

No alterations should be made to the program, documentation or data files apart from the atlas database, TOWNS.DAT.

Although MoonCalc may be distributed freely, it is not ‘Public Domain’ nor is it ‘Freeware’. All rights remain with the author, Dr. Monzur Ahmed.

“Wah.. saya bingung untuk menggunakannya, apalagi untuk memahaminya.. bagaimana nih?”

Dr Monzur Ahmed sudah berbaik hati menyediakan manual Moon Calculator ini dalam format PDF dan plain-text. Jika masih bingung dengan istilah-istilah astronomi yang ada disana, jangan khawatir, Paman Google dan wikipedia selalu dengan senang hati membantu anda.

Tidak ada komentar:

HHHHhhhmmmm.....Mood gW Hari InI Yg Mana YA.......?